Minggu, 22 Juni 2008

NAMA : DIAN IRMAWATI
NPM : 200741500053
TUGAS : PENGANTAR PENDIDIKAN
"KEUNIKAN DARI PENDIDIKAN"
PRODI : PENDIDIKAN BIOLOGI
KELAS : 2-B


Rabu, 11 Agustus 2004

Keunikan di Kawasan Elite Athena

Jam masih menunjukkan 20 menit menjelang pukul lima sore. Puluhan orang berkerumun di depan Gedung Parlemen Yunani, menunggu prosesi pergantian pasukan penjaga-biasa disebut Evzones-di depan bangunan Makam Tentara Tanpa Nama (The Tomb of The Unknown Soldier). Upacara "militer" ini menjadi tontonan khas, bukan saja karena prosesinya yang menarik, tetapi juga karena seragam mereka yang sungguh unik. Mirip seragam "pom-pom" atau pemandu sorak.

Kelima serdadu itu memakai sepatu klok (sepatu kayu) dengan umbul-umbul di ujungnya, lalu setoking warna putih yang dipakai sampai di atas paha dengan rumbai-rumbai hitam (tassel). Namun, yang paling unik adalah seragam pakaiannya yang menyerupai "rok" berlipit warna coklat, lengkap dengan topi merah dihiasi tassel yang melambai seperti rambut palsu.<>

Nama seragam itu foustanella. Mengapa mereka tetap mempertahankan pakaian seperti itu? Menurut Time Out, sejarahnya berpulang ke tahun 1820-an ketika bangsa Yunani terlibat dalam perang kemerdekaan melawan tentara pendudukan Turki.

Disebutkan bahwa saat itu Yunani belum memiliki pasukan militer formal, namun mereka memiliki para pejuang tangguh yang melakukan perlawanan gerilya dari pegunungan di sebelah utara Yunani. Para pejuang ini memiliki cara berpakaian yang khas, yaitu rok kilt (seperti rok Skotlandia) sampai selutut, setoking, dan rompi penuh bordiran.

Ada juga yang menganggap bahwa dipilihnya rok selutut saat itu karena mengikuti gaya berpakaian tentara Romawi. Raja pertama Yunani, Kaisar Otto, kemudian mendeklarasikan foustanella sebagai seragam militer nasional, sampai kemudian ditetapkan hanya sebagai seragam eksklusif resimen penjaga istana.Begitu pukul lima sore tiba, para serdadu yang selama tugas berdiam seperti patung itu tiba- tiba bergerak. Kaki kanan digoyang-goyangkan perlahan, kemudian ditendangkan lurus ke atas (seperti hentakan kaki kuda).

Langkah mereka dilakukan dengan ritme yang lambat sehingga terlihat bagai tarian. Hentakan kaki itu juga diiringi dengan gerakan tangan yang memainkan popor bedil. Sangat menarik dan kontras karena wajah serdadu yang melakukannya tanpa ekspresi, bahkan cenderung "dingin". Prosesi ini berlangsung sekitar lima menit.

Untunglah komandan mereka-yang berpakaian seragam tentara biasa, mengerti kemauan penonton dan mengizinkan penonton berfoto bersama para Evzones. Ada juga beberapa pengunjung yang mencoba menggoda sang Evzones dengan gaya genit, namun yang digoda serdadu tulen. Pandangannya tetap lurus ke depan, berkedip pun tidak.

Sampai sekarang para serdadu Evzones tetap menjadi bagian dari militer Yunani, namun mereka tidak berperang dan tugasnya lebih banyak bersifat seremonial. Meskipun disaring lewat wajib militer, mereka yang dipilih konon diutamakan yang memiliki penampilan fisik yang menarik.

Tak mengherankan bila pergantian serdadu Evzones ini menarik banyak perhatian karena didukung juga oleh letak gedung Parlemen yang sangat strategis. Gedung ini berada di jalan utama Vasilissis Sofias, dan tepat berhadapan dengan alun-alun Syntagma yang merupakan alun-alun paling populer di Athena.

Alun-alun ini seperti semacam tempat pertemuan sosial warga setempat, lengkap dengan bangku-bangku untuk mengobrol atau sekadar menonton orang lewat. Bagi wisatawan, alun-alun ini juga sering dijadikan sebagai meeting point karena lokasinya yang mudah dijangkau.

Dalam rangka Olimpiade, alun-alun itu kini bisa langsung menembus stasiun bawah tanah Syntagma, yang merupakan stasiun kereta api dan metro terbesar di Athena. Di stasiun ini bisa pula dilihat sebuah museum kecil ala Louvre yang memamerkan benda-benda berusia ribuan tahun yang ditemukan di bawah lokasi stasiun.

Temuan yang menarik di antaranya adalah sebuah guci besar berbentuk lonjong seperti telur yang ditemukan sekitar tahun 300 sebelum Masehi (SM). Menarik, karena guci ini sangat mulus, utuh, dan tak memiliki retakan.

Ada juga pipa leding zaman Romawi yang dibuat dari terakota. Susunannya mirip alat peniup suling, namun dalam bentuk raksasa. Di Syntagma ini juga ditemukan kuburan-kuburan purbakala, lengkap bersama mosaiknya yang semuanya dipamerkan di lantai dasar stasiun itu.

Ditemukannya berbagai artifak yang rata-rata berusia lebih dari 1500 tahun itu membuat perluasan stasiun Syntagma mengalami penundaan. Mungkin, itu juga yang menjadi alasan, mengapa Yunani dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya merupakan negara yang paling "ketinggalan" dalam membangun transportasi bawah tanah.

HANYA beberapa langkah di seberang kanan gedung Parlemen menjulang Hotel Grand Bretagne yang dibangun tahun 1892, dan sejak dahulu menjadi pilihan kaum jet set, seperti Jackie Kennedy atau penyanyi Perancis Edith Piaf.

Selama Perang Dunia II hotel ini pernah menjadi markas pasukan Yunani, Jerman, dan Inggris. Ketika Winston Churchill berkunjung pada malam Natal tahun 1942, rencana untuk meledakkan bom di hotel ini berhasil digagalkan. Sampai kemarin pun Grand Bretagne dijaga sangat ketat dan para wisatawan dilarang memotret bangunan bersejarah tersebut.

Masih berdekatan dengan lokasi gedung parlemen, adalah Stadion Panathenaic (Panathinaikon) yang merupakan tempat penyelenggaraan Olimpiade modern pertama pada April 1896.

Stadion olahraga yang dibuat dari marmer ini dirancang Lykourgus pada tahun 330-329 SM dan secara berkala digunakan sebagai tempat pertunjukan.

Fungsi stadion ini kemudian dikembalikan ke asalnya, yaitu sebagai ajang perlombaan Panathenaic Games tahun 144 oleh orang Romawi bernama Herodes Atticus asal Kota Marathon (nama Herodes Atticus diabadikan pada bangunan teater di Acropolis yang pernah digunakan konser oleh pemusik asal Yunani, Yanni).

Namun, karena tak terurus, stadion ini akhirnya hancur perlahan dan marmernya digunakan untuk membangun gedung-gedung lain. Sekitar pertengahan abad ke-18, renovasi kembali dilakukan. Saat ini Panathinaikon kerap digunakan untuk pertunjukan konser, dan sebagai garis finis perlombaan maraton tahunan, dengan kapasitas penonton 80.000 orang.

Menjelang Olimpiade 2004, wajah Panathinaikon memang sudah dipercantik. Meskipun pengunjung tak diizinkan masuk atas alasan keamanan, dari luar wajah Panathinaikon bisa terlihat jelas. Tak ada bekas-bekas bahwa stadion ini merupakan peninggalan purbakala. Bahkan, bila dibandingkan dengan Stadion Utama Senayan, Panathinaikon rasanya terlihat lebih "baru" dan bersih.

Tiang-tiang bendera yang mengelilingi stadion dan ditempatkan di puncak bangunan telah diisi dengan kibaran bendera para peserta Olimpiade. Sedangkan bendera-bendera Olimpiade yang berwarna biru berjejer rapi di pelataran bawah.

Athena telah siap menanti Olimpiade.

KOMPAS (Myrna Ratna dari Athena)

Tidak ada komentar: